Rabu, 20 Februari 2013

GEJALA DAN PENYIMPANGAN SOSIAL DI INDONESIA


Penyusun : Alfonsius JP Siringoringo - Hidayad Zailani

A.                PENGERTIAN PENYIMPANGAN SOSIAL
Menurut Robert M. Z. Lawang penyimpangan perilaku adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
B.              LATAR BELAKANG/SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENYIMPANGAN SOSIAL :
·        Proses sosialisasi yang tidak sempurna atau tidak berhasil karena seseorang mengalami kesulitan dalam hal komunikasi ketika bersosialisasi. Artinya individu tersebut tidak mampu mendalami norma- norma masyarakat yang berlaku.
·        Penyimpangan juga dapat terjadi apabila seseorang sejak masih kecil mengamati bahkan meniru perilaku menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang dewasa.
·        Terbentuknya perilaku menyimpang juga merupakan hasil sosialisasi nilai sub kebudayaan menyimpang yang di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi dan faktor agama. Contoh karena kekurangan biaya seorang pelajar mencuri dan seseorang yang tidak memiliki dasar agama hidupnya tanpa arah dan tujuan.
·        Pesan-pesan yang disampaikan antara agen sosialisasi yang satu dengan agen sosialisasi yang lain kadang bertentangan, misalnya : orang tua mengajarkan merokok itu tidak baik, sementara iklan rokok begitu menarik, dan anak memiliki kelompok teman sebaya yang pada umumnya merokok, sehingga jika ia mengikuti pesan orang tuanya ia akan menyimpang dari norma kelompoknya, lama-lama anak tersebut akan menjadi perokok 
·        Pertentangan antara norma kelompok dengan norma masyarakat.
Kelompok masyarakat tertentu memiliki norma yang bertentangan dengan norma masyarakat pada umumnya. Contoh : masyarakat yang hidup di daerah kumuh sibuk dengan usahanya memenuhi kebutuhannya, kebanyakan mereka menganggap pengucapan kata-kata kotor, membuang sampah sembarangan, membunyikan radio dengan keras merupakan hal biasa. Namun hal tersebut bagi masyarakat umum merupakan hal yang menyimpang.

C.        CONTOH PENYIMPANGAN SOSIAL YANG TERJADI DI INDONESIA
1.       PROSTITUSI DI LP CIPINANG
Prostitusi yang terjadi di LP cipinang adalah bukan hal yang baru. Hal ini disebabkan oleh hasrat biologis narapidana yang sudah menikah yang tidak tersalurkan dalam jangka waktu yang lama. Tempat prostitusi ini bisa memakai tempat apa saja dan wanita-wanita penghiburnya pun memang  telah tersedia.

Kafetaria adalah tempat yang menjadi tempat “mangkal” wanita-wanita penghibur bagi narapidana. Kafe tersebut terletak persis di samping pintu masuk rutan. Wanita tersebut biasanya mendapat jaminan keamanan dari sipir lapas. Para sipir seperti ini biasanya menawarkan jasa pelayanan seks kepada para napi di Rutan salemba. Ia akan mendapat bagian dari Jablay Rp50 ribu sampai Rp100 ribu per sekali transaksi.

Tarif para wanita yang beroperasi di Rutan Salemba berkisar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu, per sekali kencan, tergantung negosiasi. Soal ruangan tempat yang disediakan terdiri dari beberapa kelas. Ada kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi. Sebab di Rutan itu ada beberapa ruangan yang bisa dijadikan tempat pelepasan hasrat seksual napi. Misalnya di ruang Bagian Hukum dan Pelayanan tahanan (BHPT), ruang penyidikan, atau di ruang meeting sipir. Masing-masing ruangan dilengkapi matras dan kipas angin.

Kalau mau agak mewah dengan fasilitas AC, TV, DVD, dan sofa empuk, ruang tamu Kepala Rutan pun bisa digunakan. Tapi untuk ruangan eksekutif ini hanya bisa digunakan Sabtu dan Minggu. Selain dari hari tersebut ruangan itu  tidak dapat disewakan.

Bila ruang kelas bisnis dan eksekutif dikelola sepenuhnya oleh sipir, sedangkan toilet dikelola oleh napi senior yang disebut tahanan pendamping (tanping). Napi ini bertugas menerima uang sewa dan berjaga di depan toilet. Sebab seluruh toilet pintunya tidak bisa dikunci.

Meskipun dikelola napi, uang hasil sewa sebagian besar disetorkan ke sipir. Hitungannya, 70 % untuk sipir dan 30 % dibagi napi yang mengelola, termasuk foreman atau kepala suku. Dalam sehari dan kalau lagi ramai bisa menghasilkan uang Rp3 juta dari tiga toilet yang disewakan kepada para pelaku prostitusi di LP Cipinang tersebut,

Setiap penjara di Indonesia punya ruang tunggu untuk keluarga yang mengunjungi napi. Ruangan yang diperuntukan untuk temu kangen bagi napi dan keluarganya itu biasanya selalu penuh saat jam besuk. Di tempat itu kerinduan akan tertumpah. Terutama napi yang dikunjungi istri atau pasangannya. Mereka tak sungkan berciuman di depan napi lainnya dan didepan para pembesuk. Tapi bagi napi yang punya banyak uang bisa memilih tempat yang lebih privasi. Tentu saja dengan mengeluarkan sejumlah uang. Di ruang khusus ini, para napi dan pasangannya bisa menyalurkan hasrat biologisnya.

2. HUBUNGAN SEJENIS YANG  SERING TERJADI DI LP CIPINANG

Hubungan mesra antara narapidana dengan pasangannya tidak dapat dihindarkan, dan terjadi serta dilihat oleh orang sekitarnya, termasuk anak-anak. Dengan dipasangnya kamera monitor diruang kunjungan, semua prilaku narapidana dan pengunjung dapat dilihat oleh para petugas di operation room. Hal ini terjadi karena kunjungan kebutuhan biologis ini tidak diatur, sehingga hubungan sexual antar sejenis sangat sering  terjadi.

Untuk memuaskan hasrat seksnya golongan ini terpaksa melakukan anal seks dengan sesama napi. Lokasi kencannya adalah setiap sudut sepi yang ada di area LP Cipinang. Imbalan anal seks yang dilakukan “anak hilang” dengan sesama napi cukup dengan uang Rp5 ribu rupiah atau dengan mencuci bajunya saja, napi yang menjadi korban pemuas nafsu seks sesama napi adalah yang usianya masih relatif muda, yakni belasan tahun. Napi belia ini selalu menjadi sasaran napi-napi yang dewasa. Mereka selalu dijadikan obyek untuk menuntaskan hasrat seks
3.                TAWURAN YANG SERING TERJADI DI LP CIPINANG
Tawuran paling banyak disebabkan karena fanatisme etnis yang ada, sehingga Konflik pribadi bisa menjadi konflik kelompok. Bukan rahasia lagi bahwa didalam lingkukan LP diklasifikasikan atas dasar pemisahan suku. Suku yang paling kuat tentu saja suku Jawa, diikuti oleh Batak, Ambon, Sunda, dan lain-lain. Hal lain yang memegang peran besar adalah kondisi mental narapidana yang sangat labil karena berada dalam lingkngan yang keras dan terisolasi, sehingga menyebabkan narapidana sangat mudah terserang stress. Sehingga tidak jarang hal ini juga sebagai faktor yang menyebabkan tawuran di LP.
Jumlah petugas yang tidak sebanding juga menjadi faktor yang menyebabkan tawuran sulit untuk diminimalisir. Hal ini juga diperparah dengan keberpihakan beberapa sipir terhadap enis tertentu. Sehingga pasokan senjata dari luar LP pun sangat sering terjadi, dengan hanya memberikan uang kepada sipir yang bersangkutan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar