Rabu, 20 Februari 2013

Peristiwa Berita » Konflik Sosial di Indonesia, Bagaimana Mengatasinya?
Konflik Sosial di Indonesia, Bagaimana Mengatasinya?
Penulis : - Editor : Hadi Rahman Jum`at, 28 Desember 2012 07:17:54
DPR mesti membuka pintu lebar bagi masyarakat untuk memberikan kritik dan saran penyelesaian konflik sosial.
Konflik Sosial di Indonesia, Bagaimana Mengatasinya?
Jurnalparlemen/Andri Nurdriansyah
Husnan Bey Fananie
Jakarta - Upaya penyelesaian konflik sosial dengan cara hukum dan pendekatan represif tidak akan menuntaskan substansi maupun akar masalah. Konflik sosial di berbagai daerah harus diselesaikan dengan pendekatan kemanusian, sosial, dan ekonomi. 

Anggota Komisi I DPR RI Husnan Bey Fananie mengatakan, konflik adalah hukum alam yang mewarnai hidup manusia. Karenanya, konflik bisa dideteksi sejak awal. "Jadi, tinggal bagaimana mengelola konflik menjadi konstruktif dan bukan destruktif," kata Husnan dalam diskusi yang diselenggarakan The Jakarta Institute, di Jakarta Pusat, Kamis (27/12).

Deteksi awal yang ia maksud dapat dilakukan dengan membuat sistem peringatan dini guna mencegah pecahnya konflik sosial di masyarakat. Bentuknya berupa penyediaan kanal atau saluran bagi aspirasi warga. DPR mesti membuka pintu lebar-lebar bagi masyarakat untuk memberikan kritik dan saran penyelesaian konflik sosial.

" Kita harus sama-sama merasa menjadi pemilik aset negeri ini. Jangan merasa jadi orang yang terpinggirkan. Kita tidak ingin negeri ini tercabik-cabik, maka kita harus terus bersatu," ujarnya.

Thamrin Amal Tamagola, sosiolog dari Universitas Indonesia, menilai pemerintah lemah dalam mendeteksi konflik yang terjadi di masyarakat. Ia mencontohkan kasus konflik di Ambon. Para sosiolog Universitas Indonesia sudah melakukan kajian dan menyampaikan peringatan kepada Bappenas. Sayangnya, peringatan itu diabaikan Bappenas karena instansi ini hanya bicara aspek ekonomi.

"Ke depan kita harus punya peta soal potensi konflik. Kita harus tahu apakah keadaan suatu daerah itu masih lampu hijau atau sudah lampu kuning atau lampu merah. Perlu sistem peringatan dini atas kemungkinan konflik," tandasnya.

Menurut dia, kalangan akademis, peneliti, serta tokoh agama dan pemuka adat perlu dilibatkan dalam pembuatan sistem peringatan. Sistem ini dapat mulai diterapkan di Lampung dan Sulawesi Tengah. Sebab, kata dia, "Kedua daerah itu paling panas. Perlu juga ada prioritas terhadap kota menengah di seluruh Indonesia yang berpenduduk 100 ribu-1 juta jiwa. Masa depan Indonesia akan ditentukan atas apa yang terjadi di kota menengah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar