Rabu, 20 Februari 2013

Jumlah Konflik Sosial di Indonesia Meningkat Posted by jrp Politik dan Pemerintahan Selasa, 25 September 2012 21:16 Manado - Jumlah konflik sosial di Indonesia kian bertambah. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, jumlah konflik sosial pada tahun 2010 sebanyak 93 kasus, kemudian menurun pada 2011 menjadi 77 kasus, namun data sampai pertengahan agustus tahun 2012 meningkat lagi menjadi 89 kasus. Menariknya, penyebab konflik tersebut bervariatif mulai dari sengketa pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada), sengketa kewenangan, sengketa lahan, konflik SARA, konflik ormas, konflik pada institusi pendidikan, dan kesenjangan sosial. Berangkat dari fakta tersebut, Direktorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Selasa (25/9) menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Seluruh Indonesia, bertempat di hotel Aryaduta Jakarta, dimana rakornas tersebut juga melibatkan Pemprov Sulut. Menurut Kepala Biro Pemerintahan dan Humas Dr. Noudy Tendean yang ditugaskan mengikuti rakornas dimaksud, hal lain yang melatar belakangi penyelenggaraan rakornas ini adalah dinamika sosial dan politik nasional yang telah mengindikasikan adanya perilaku aparatur dan masyarakat yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan proses demokratisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Sehingga pentingnya upaya-upaya pemantapan stabilitas politik dalam negeri khususnya menghadapi penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014 nanti. Pemerintah selaku penanggung jawab politik dalam negeri perlu melakukan upaya-upaya koordinasi dan konsolidasi politik dalam menjamin tetap berada dalam koridor Demokrasi Pancasila, yaitu koridor politik kebangsaan dan kenegaraan berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan bidang politik yang berlaku,’’ jelas Tendean. Menurut mantan Direktur IPDN Manado ini, berdasarkan penegasan Mendagri dalam sambutannya, para peserta rakor yang terdiri Kepala Kesbangpol Provinsi, Kepala Biro Tata Pemerintahan Provinsi, Kepala Intelijen Daerah, Assisten Kodam, Direktur Intelkam Polda, dan Kepala Kesbangpol Kabupaten/Kota diingatkan untuk terus menjunjung tinggi dan mengembangkan 4 pilar bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. ‘’Sementara tema yang diangkat yakni pemantapan dan sinergitas pemerintah guna mewujudkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah,’’ terang jebolan doktor UGM Yogyakarta ini. TERKAIT: Tatap Pemilu 2014, Stabilitas Politik Harus Bagus Lumentut: Raker 2013 Bersama Presiden, Membahas Beberapa Topik Penting Legislator Manado Usulkan Perlu Adanya Jalan Layang Keberhasilan Kepemimpinan Vicky-Ai, Problem dan Tantangannya GMNI Manado Desak MUI Dibubarkan Konflik Peradaban Dunia di Awal Abad 21 November, Mahasiswa Se-Indonesia Adakan Pertemuan di Cirebon Andreas: Pemkot Manado Pro Kapitalis Anak Jalanan Menjamur di Manado


Jumlah Konflik Sosial di Indonesia Meningkat

Manado - Jumlah konflik sosial di kian bertambah. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, jumlah konflik sosial pada tahun 2010 sebanyak 93 kasus, kemudian menurun pada 2011 menjadi 77 kasus, namun data sampai pertengahan agustus tahun 2012 meningkat lagi menjadi 89 kasus.
Menariknya, penyebab konflik tersebut bervariatif mulai dari sengketa pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada), sengketa kewenangan, sengketa lahan, konflik SARA, konflik ormas, konflik pada institusi pendidikan, dan kesenjangan sosial.
Berangkat dari fakta tersebut, Direktorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Selasa (25/9) menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Seluruh Indonesia, bertempat di hotel Aryaduta Jakarta, dimana rakornas tersebut juga melibatkan Pemprov .
Menurut Kepala Biro Pemerintahan dan Humas Dr. yang ditugaskan mengikuti rakornas dimaksud, hal lain yang melatar belakangi penyelenggaraan rakornas ini adalah dinamika sosial dan politik nasional yang telah mengindikasikan adanya perilaku aparatur dan masyarakat yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan proses demokratisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Sehingga pentingnya upaya-upaya pemantapan stabilitas politik dalam negeri khususnya menghadapi penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014 nanti. Pemerintah selaku penanggung jawab politik dalam negeri perlu melakukan upaya-upaya koordinasi dan konsolidasi politik dalam menjamin tetap berada dalam koridor Demokrasi , yaitu koridor politik kebangsaan dan kenegaraan berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan bidang politik yang berlaku,’’ jelas Tendean.
Menurut mantan Direktur IPDN Manado ini, berdasarkan penegasan Mendagri dalam sambutannya, para peserta rakor yang terdiri Kepala Kesbangpol Provinsi, Kepala Biro Tata Pemerintahan Provinsi, Kepala Intelijen Daerah, Assisten Kodam, Direktur Intelkam Polda, dan Kepala Kesbangpol Kabupaten/Kota diingatkan untuk terus menjunjung tinggi dan mengembangkan 4 pilar bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, , dan .
‘’Sementara tema yang diangkat yakni pemantapan dan sinergitas pemerintah guna mewujudkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah,’’ terang jebolan doktor UGM Yogyakarta ini.

TERKAIT:

Pengertian Sosial Menurut Para Ahli

Pengertian Sosial Menurut Para Ahli – Berikut ini adalah Pengertian sosial dan definisi sosial menurut para Ahli Pengertian Sosial Menurut PHILIP WEXLER Sosial adalah sifat dasar dari setiap individu manusia Pengertian Sosial Menurut ENDA M. C Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan Pengertian Sosial Menurut KEITH JACOBS Sosial adalah sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas Pengertian So…

Kelompok Sosial Menurut Para Ahli

Pengertian kelompok sosial menurut pendapat para ahli dan Definisi Kelompok Sosial Menurut Para Ahli Pengertian Kelompok Sosial Menurut Robert K. Merton (Dalam Kamanto Sunarto, 131 ; 2000), pengertian kelompok sosial adalah sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai dengan pola yang telah mapan. Pengertian Kelompok Sosial Menurut Bierstedt (Dalam Kamanto Sunarto, 130 ; 2000), kelompok sosial adalah kelompok yang anggotanya mempunyai kesad…

Macam macam kelompok sosial menurut para ahli

Macam macam kelompok sosial menurut para ahli 1. Kelompok sosial yang teratur 1. In-group dan Out-group In-group : Kelompok sosial dimana individu mengidentifikasikan dirinya dalam kelompok tersebut Out-group : Kelompok yang berada di luar kelompok dirinya 2. Kelompok primer dan sekunder Kelompok primer : Kelompok kecil yang anggotanya memiliki hubungan dekat, personal dan langgeng, contoh keluarga Kelompok sekunder : Kelompok yang lebih besa…

Pengertian Sosiologi Menurut Para Ahli

Berikut ini adalah beberapa Pengertian Sosiologi Menurut Para Ahli indonesia dan Definisi sosilogi menurut para ahli tokoh luar yang mengandung berbagai makna Pengertian Sosiologi Menurut Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi: Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Pengertian Sosiologi Menurut Emile Durkheim : Sosiologi adalah Ilmu yang mempelajari fakta-fakta soc…

Sejarah Sutardjo Kartohadikusuma

Biografi Sutardjo Kartohadikusumo
Biografi Sutardjo Kartohadikusumo Sejarah Sutardjo Kartohadikusuma – Biodata Sutardjo Kartohadikusumo Nama Lengkap : Soetardjo Kartohadikusumo Alias : No Alias Kategori : POLITIKUS Agama : Islam Tempat Lahir : Kunduran, Blora, Jawa Tengah Tanggal Lahir : Rabu, 22 Oktober 1890 Zodiac : Balance Warga Negara : Indonesia Ayah : Kiai Ngabehi Kartoredjo Ibu : Mas Ajoe Kartoredjo Istri : Siti Djaetoen Kamarroekmini Petisi Soetardjo adalah sebutan…

Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut Para Ahli

Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut Ahli – Definisi Antropologi Kesehatan Menurut Ahli Pengertian Antropologi Kesehatan Menurut Hasan dan Prasad (1959) Antropologi Kesehatan adalah cabang dari ilmu mengenai manusia yang mempelajari aspek-aspek biologi dan kebudayaan manusia (termasuk sejarahnya) dari titik tolak pandangan untuk memahami kedokteran (medical), sejarah kedokteran medico-historical), hukum kedokteran (medico-legal), aspek…
Fungsi Lembaga Pengendalian Sosial
Setelah mempelajari cara melakukan pengendalian sosial tentu anda ingin mengetahui lembaga sosial mana yang diberi wewenang untuk mengawasi, mengendalikan dan menyadarkan perilaku masyarakat. Serta apa saja fungsi lembaga pengendalian sosial tersebut? Di Indonesia lembaga-lembaga pengendalian sosial yang diakui di antaranya adalah :
  1. Kepolisian. Kepolisian merupakan lembaga yang dibentuk untuk memelihara keamanan dan ketertiban serta mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang anggota masyarakat sehingga tercipta ketertiban. Fungsi kepolisian dijalankan oleh aparaturnya yang disebut polisi. Untuk mendukung fungsi dan tugasnya polisi diberi hak untuk melakukan penyidikan terhadap berbagai jenis kejahatan dan menerima laporan tentang gangguan ketertiban masyarakat. Hasil penyidikan dibawa ke kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. Lembaga pengendalian kepolisian merupakan lembaga yang bersifat formal dan berlaku universal untuk seluruh warga negara. Dapat ditemui pada masyarakat modern.
  2. Pengadilan. Pengadilan merupakan lembaga pengendalian yang berhak memberi sanksi tegas kepada siapapun yang terbukti bersalah. Para pelaku pelanggar hukum dapat dikenakan sanksi berupa denda, uang, hukuman, kurungan atau penjara. Lembaga pengendalian sosial ini memiliki unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu hakim, jaksa, pengacara, polisi dan panitera, mereka bersama-sama menyelenggarakan pengadilan terhadap pihak yang diduga atau dituduh bersalah. Jaksa bertugas menuntut pelaku yang diduga melakukan penyimpangan untuk dijatuhi hukuman sesuai peraturan yang berlaku. Pengacara atau pembela bertugas mendampingi pelaku yang dianggap melakukan penyimpangan dalam pembelaan. Hakim bertugas menetapkan dan memutuskan berdasarkan data dari jaksa dan pengacara. Lembaga pengendalian sosial pengadilan dapat ditemui pada masyarakat modern, bersifat formal dan berlaku universal bagi seluruh masyarakat. Keputusannya bersifat tegas dan mengikat.
  3. Adat Lembaga adat merupakan pengendalian sosial pada masyarakat tradisional. Adat berisi nilai-nilai, norma-norma yang dipahami, diakui dan dipelihara terus menerus oleh masyarakat dimana adat tersebut berada. Lembaga adat mengatur perilaku anggota masyarakat agar tidak melakukan perilaku menyimpang. Pelaku penyimpangan sosial akan dihukum seperti: ditegur, dikenakan denda atau sanksi, dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya. Pihak yang berperan dalam pengendalian ini adalah ketua adat. Berbeda dengan kepolisian dan pengadilan, lembaga pengendalian sosial adat bersifat setempat berlaku untuk warga masyarakat dimana adat tersebut hidup. Sebelum masyarakat mengenal lembaga pengendalian sosial kepolisian dan pengadilan, lembaga pengendalian sosial adat sudah terlebih dahulu ada untuk mengendalikan perilaku anggota masyarakatnya. Walaupun tidak bersifat formal, lembaga pengendalian ini lebih kuat mengikat masyarakat karena sudah mendarah daging melalui proses sosialisasi.
  4. Tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat adalah orang-orang yang memiliki pengaruh pada masyarakat. Tokoh masyarakat ada yang bersifat formal dan informal. Tokoh yang bersifat formal adalah yang diangkat dan dipilih oleh lembaga negara dan bersifat struktural. Contohnya : camat, lurah atau anggota dewan perwakilan rakyat. Tokoh masyarakat yang bersifat informal adalah tokoh yang diakui oleh masyarakat karena orang tersebut dipandang pantas menjadi pemimpin dan panutan yang disegani. Misalnya tokoh agama, ulama, pendeta, biksu, dan kiai. Pengendalian sosial yang dilakukan tokoh agama terutama ditujukan untuk perilaku menyimpang dari sudut nilai dan norma agama. Umumnya menggunakan pengendalian sosial dilakukan dengan cara persuasif. Pada peristiwa tertentu kekuatan pengendalian sosial tokoh masyarakat dapat lebih kuat dari pengendalian sosial lainnya.
Selain lembaga pengendalian sosial tersebut masih ada lembaga pengendalian sosial lain yaitu keluarga dan sekolah. Hanya saja lembaga-lembaga ini berlaku hanya untuk anggota keluarga dan warga sekolah saja sehingga tidak bisa digunakan untuk masyarakat yang lebih luas. Mengapa demikian ? karena selain menggunakan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat di mana individu tinggal, kedua lembaga pengendalian sosial ini menggunakan nilai dan norma khusus yang hanya berlaku bagi anggota keluarga atau warga sekolah saja. Misalnya, setiap sekolah memiliki norma menggunakan seragam yang menutup aurat akan tetapi pada hari-hari tertentu seragam yang digunakan berbeda karena mereka menggunakan batik ciri khas sekolah masing-masing.

Selain pengendalian sosial yang bersifat formal ada beberapa pengendalian sosial yang bersifat informal tetapi efektif untuk menyadarkan anggota masyarakat dari perilaku menyimpang misalnya, gosip, celaan atau kritik sosial.

Gosip (desas-desus) merupakan informasi yang menyebar secara cepat walaupun informasinya belum tentu benar yang terpenting membuat orang sadar untuk mematuhi nilai dan norma sosial. Awalnya gosip disebarkan secara tertutup kemudian menyebar luas.

Celaan merupakan tindakan kritikan atau tuduhan terhadap suatu pandangan, sikap, perilaku yang tidak sesuai atau tidak sepandangan dengan perilaku masyarakat pada umumnya.

Kritik sosial merupakan tanggapan yang ditujukan pada satu hal yang terjadi di masyarakat manakala terdapat sebuah konfrontasi dengan realitas berupa kepincangan atau kebobrokan. Berbeda dengan gosip yang informasinya belum tentu benar, kritik sosial mengambarkan keadaan yang informasinya benar. Dapat disampaikan secara langsung atau melalui tulisan.

Jika lembaga pengendalian sosial berjalan sesuai dengan fungsinya maka masyarakat dapat merasakan dampak positifnya. Kehidupan bermasyarakat yang aman, nyaman, tentram dan tertib. Semua anggota masyarakat melaksanakan nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Sedangkan jika lembaga sosial tidak dapat menjalankan fungsinya hal-hal di atas tidak akan tercapai, masyarakat akan merasa resah dan tidak tenang bahkan bisa main hakim sendiri jika menemukan pelaku perilaku menyimpang. Misalnya perilaku main hakim sendiri dengan cara membakar maling yang tertangkap atau melempari, dengan batu, rumah pelaku pornografi.

Pentingnya Pengendalian Sosial di Masyarakat

OPINI | 07 May 2012 | 10:07 Dibaca: 1093   Komentar: 0   Nihil
Tujuan pengendalian penyimpangan sosial adalah terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil, selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian penyimpangan sosial untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya penyimpangan .
Ada 4 cakupan pengendalian penyimpangan sosial yaitu:
  1. pengendalian sosial antar individu;
  2. pengendalian sosial individu terhadap kelompok;
  3. pengendalian sosial kelompok terhadap individu;
  4. pengendalian sosial antar kelompok.
Hal rawan di atas bukan mustahil akan makin meluas memasuki era globalisasi dengan arus informasi berteknologi canggih yang kian membanjiri kehidupan masyarakat kita. Nilai-nilai pragmatisme dan  materialisme yang diusungnya tak pelak akan memengaruhi kehidupan masyarakat. Inilah barangkali yang perlu direnungkan semua pihak, terutama oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Kondisi ini tentu amat mencekam. Terutama bila mengingat perubahan sosial yang berdimensi penyimpangan sosial dalam beragam bentuknya itu mengibas di kalangan remaja dan anak-anak kita yang tiada lain merupakan tunas-tunas dan harapan bangsa Indonesia.  Usaha mengatasi penyimpangan  sosial dengan pengendalian penyimpangan sosial antara lain :
·            Mempertebal keimanan dengan pendidikan keagamaan
Menurut  Peter L Berger (1991), agama perlu dijadikan acuan bagi humanisasi kehidupan manusia, yang berarti sebagai peneguhan terhadap nilai-nilai yang fitri berupa proses pembersihan jiwa dari kotoran-kotoran nafsu dan perilaku hewaniah. Dalam konteks inilah pentingnya penanaman kepastian akan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan.
·            Menciptakan kondisi dalam keluarga yang sehat dan harmonis
Upaya ini dapat dilakukan dengan cara : memantapkan penanaman kehidupan beragama dalam keluarga, meluangkan waktu berkumpul bersama seluruh keluarga, menjalin hubungan komunikasi yang baik antar anggota keluarga, dan membiasakan musyawarah bersama untuk menyelesaikan suatu masalah
·            Menciptakan lingkungan sekolah yang baik dalam proses belajar mengajar
Hal ini dapat dicapai dengan cara :  menyediakan sarana dan prasarana untuk belajar, meningkatkan mutu guru , kurikulum sekolah disesuaikan kemampuan siswa dan kondisi setempat, menerapkan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar tata tertib sekolah , dan pembentukan satgas pengendalian tawuran antar sekolah  kota-kota besar seperti di Jabodetabek.
·            Menciptakan suasana kondusif dalam lingkungan masyarakat
Mengkondisikan peran serta perangkat setempat, aparat kamtibmas, tokoh masyarakat, pemuda dan anggota masyarakat lainnya untuk dapat mewujudkan keamanan, ketertiban, bebas dari rasa takut dari segala bentuk kerawanan , dengan cara :  membebaskan lingkungan dari pusat penjudian, pengedaran alcohol, narkotika, pusat hiburan yang berakibat kerawanan sosial, dan lain sebagainya.
Ada juga cara lain yang dapat mencegah segala bentuk penyakit sosial antara lain : terapi (menemukan masalah kemudian mengatasinya secara bertahap) dan rehabilitasi (memulihkan nama baik, tidak mengucilkan diri dan memberikan rasa empati kepada pelaku sehingga tidak terjerumus lagi pada penyimpangan yang sama ).
Penyembuhan penyimpangan sosial (perilaku sosial )ini ternyata tidak mudah. Kita pun berpikir bahwa penyembuhan penyimpangan sosial dan sekaligus pengembangan kompetensi kearifan-kearifan sosial yang paling strategis adalah lewat jalur pendidikan. Walau, tentunya, hasil usaha ini memerlukan waktu untuk dapat dirasakan. Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol
 

GEJALA DAN PENYIMPANGAN SOSIAL DI INDONESIA


Penyusun : Alfonsius JP Siringoringo - Hidayad Zailani

A.                PENGERTIAN PENYIMPANGAN SOSIAL
Menurut Robert M. Z. Lawang penyimpangan perilaku adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
B.              LATAR BELAKANG/SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENYIMPANGAN SOSIAL :
·        Proses sosialisasi yang tidak sempurna atau tidak berhasil karena seseorang mengalami kesulitan dalam hal komunikasi ketika bersosialisasi. Artinya individu tersebut tidak mampu mendalami norma- norma masyarakat yang berlaku.
·        Penyimpangan juga dapat terjadi apabila seseorang sejak masih kecil mengamati bahkan meniru perilaku menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang dewasa.
·        Terbentuknya perilaku menyimpang juga merupakan hasil sosialisasi nilai sub kebudayaan menyimpang yang di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi dan faktor agama. Contoh karena kekurangan biaya seorang pelajar mencuri dan seseorang yang tidak memiliki dasar agama hidupnya tanpa arah dan tujuan.
·        Pesan-pesan yang disampaikan antara agen sosialisasi yang satu dengan agen sosialisasi yang lain kadang bertentangan, misalnya : orang tua mengajarkan merokok itu tidak baik, sementara iklan rokok begitu menarik, dan anak memiliki kelompok teman sebaya yang pada umumnya merokok, sehingga jika ia mengikuti pesan orang tuanya ia akan menyimpang dari norma kelompoknya, lama-lama anak tersebut akan menjadi perokok 
·        Pertentangan antara norma kelompok dengan norma masyarakat.
Kelompok masyarakat tertentu memiliki norma yang bertentangan dengan norma masyarakat pada umumnya. Contoh : masyarakat yang hidup di daerah kumuh sibuk dengan usahanya memenuhi kebutuhannya, kebanyakan mereka menganggap pengucapan kata-kata kotor, membuang sampah sembarangan, membunyikan radio dengan keras merupakan hal biasa. Namun hal tersebut bagi masyarakat umum merupakan hal yang menyimpang.

C.        CONTOH PENYIMPANGAN SOSIAL YANG TERJADI DI INDONESIA
1.       PROSTITUSI DI LP CIPINANG
Prostitusi yang terjadi di LP cipinang adalah bukan hal yang baru. Hal ini disebabkan oleh hasrat biologis narapidana yang sudah menikah yang tidak tersalurkan dalam jangka waktu yang lama. Tempat prostitusi ini bisa memakai tempat apa saja dan wanita-wanita penghiburnya pun memang  telah tersedia.

Kafetaria adalah tempat yang menjadi tempat “mangkal” wanita-wanita penghibur bagi narapidana. Kafe tersebut terletak persis di samping pintu masuk rutan. Wanita tersebut biasanya mendapat jaminan keamanan dari sipir lapas. Para sipir seperti ini biasanya menawarkan jasa pelayanan seks kepada para napi di Rutan salemba. Ia akan mendapat bagian dari Jablay Rp50 ribu sampai Rp100 ribu per sekali transaksi.

Tarif para wanita yang beroperasi di Rutan Salemba berkisar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu, per sekali kencan, tergantung negosiasi. Soal ruangan tempat yang disediakan terdiri dari beberapa kelas. Ada kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi. Sebab di Rutan itu ada beberapa ruangan yang bisa dijadikan tempat pelepasan hasrat seksual napi. Misalnya di ruang Bagian Hukum dan Pelayanan tahanan (BHPT), ruang penyidikan, atau di ruang meeting sipir. Masing-masing ruangan dilengkapi matras dan kipas angin.

Kalau mau agak mewah dengan fasilitas AC, TV, DVD, dan sofa empuk, ruang tamu Kepala Rutan pun bisa digunakan. Tapi untuk ruangan eksekutif ini hanya bisa digunakan Sabtu dan Minggu. Selain dari hari tersebut ruangan itu  tidak dapat disewakan.

Bila ruang kelas bisnis dan eksekutif dikelola sepenuhnya oleh sipir, sedangkan toilet dikelola oleh napi senior yang disebut tahanan pendamping (tanping). Napi ini bertugas menerima uang sewa dan berjaga di depan toilet. Sebab seluruh toilet pintunya tidak bisa dikunci.

Meskipun dikelola napi, uang hasil sewa sebagian besar disetorkan ke sipir. Hitungannya, 70 % untuk sipir dan 30 % dibagi napi yang mengelola, termasuk foreman atau kepala suku. Dalam sehari dan kalau lagi ramai bisa menghasilkan uang Rp3 juta dari tiga toilet yang disewakan kepada para pelaku prostitusi di LP Cipinang tersebut,

Setiap penjara di Indonesia punya ruang tunggu untuk keluarga yang mengunjungi napi. Ruangan yang diperuntukan untuk temu kangen bagi napi dan keluarganya itu biasanya selalu penuh saat jam besuk. Di tempat itu kerinduan akan tertumpah. Terutama napi yang dikunjungi istri atau pasangannya. Mereka tak sungkan berciuman di depan napi lainnya dan didepan para pembesuk. Tapi bagi napi yang punya banyak uang bisa memilih tempat yang lebih privasi. Tentu saja dengan mengeluarkan sejumlah uang. Di ruang khusus ini, para napi dan pasangannya bisa menyalurkan hasrat biologisnya.

2. HUBUNGAN SEJENIS YANG  SERING TERJADI DI LP CIPINANG

Hubungan mesra antara narapidana dengan pasangannya tidak dapat dihindarkan, dan terjadi serta dilihat oleh orang sekitarnya, termasuk anak-anak. Dengan dipasangnya kamera monitor diruang kunjungan, semua prilaku narapidana dan pengunjung dapat dilihat oleh para petugas di operation room. Hal ini terjadi karena kunjungan kebutuhan biologis ini tidak diatur, sehingga hubungan sexual antar sejenis sangat sering  terjadi.

Untuk memuaskan hasrat seksnya golongan ini terpaksa melakukan anal seks dengan sesama napi. Lokasi kencannya adalah setiap sudut sepi yang ada di area LP Cipinang. Imbalan anal seks yang dilakukan “anak hilang” dengan sesama napi cukup dengan uang Rp5 ribu rupiah atau dengan mencuci bajunya saja, napi yang menjadi korban pemuas nafsu seks sesama napi adalah yang usianya masih relatif muda, yakni belasan tahun. Napi belia ini selalu menjadi sasaran napi-napi yang dewasa. Mereka selalu dijadikan obyek untuk menuntaskan hasrat seks
3.                TAWURAN YANG SERING TERJADI DI LP CIPINANG
Tawuran paling banyak disebabkan karena fanatisme etnis yang ada, sehingga Konflik pribadi bisa menjadi konflik kelompok. Bukan rahasia lagi bahwa didalam lingkukan LP diklasifikasikan atas dasar pemisahan suku. Suku yang paling kuat tentu saja suku Jawa, diikuti oleh Batak, Ambon, Sunda, dan lain-lain. Hal lain yang memegang peran besar adalah kondisi mental narapidana yang sangat labil karena berada dalam lingkngan yang keras dan terisolasi, sehingga menyebabkan narapidana sangat mudah terserang stress. Sehingga tidak jarang hal ini juga sebagai faktor yang menyebabkan tawuran di LP.
Jumlah petugas yang tidak sebanding juga menjadi faktor yang menyebabkan tawuran sulit untuk diminimalisir. Hal ini juga diperparah dengan keberpihakan beberapa sipir terhadap enis tertentu. Sehingga pasokan senjata dari luar LP pun sangat sering terjadi, dengan hanya memberikan uang kepada sipir yang bersangkutan.


Perilaku menyimpang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.[1]
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.

Daftar isi

Definisi menurut Para Ahli

Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
  • Robert M.Z. Lawang
Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.
  • Bruce J. Cohen
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
  • Paul B. Horton
Mengutarakan bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
  • Lewis Coser
Mengemukakan bahwa perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.

Penyebab

Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
  1. Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
  2. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif), yaitu
  1. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna, maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga.
  2. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. Karier penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang.
  3. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang.
  4. Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
  5. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang). Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang.

Faktor Penyebab

Faktor-faktor penyebab penyimpangan sosial
  • Faktor dari dalam adalah intelegensi atau tingkat kecerdasan, usia, jenis kelamin dan kedudukan seseorang dalam keluarga. Misalnya: seseorang yang tidak normal dan pertambahan usia.
  • Faktor dari luar adalah kehidupan rumah tangga atau keluarga, pendidikan di sekolah, pergaulan dan media massa. Misalnya: seorang anak yang sering melihat orang tuanya bertengkar dapat melarikan diri pada obat-obatan atau narkoba. Pergaulan individu yang berhubungan teman-temannya, media massa, media cetak, media elektronik.

Bentuk

Bentuk-bentuk perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut.

Berdasarkan sifat

Bentuk penyimpangan berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
  • Penyimpangan bersifat positif
Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif ter-hadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier.
  • Penyimpangan bersifat negatif
Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk seperti pencurian, perampokan, pelacuran, dan pemerkosaan.
Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai berikut:
  • Penyimpangan primer (primary deviation)
Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Misalnya seorang siswa yang terlambat masuk sekolah karena ban sepeda motornya bocor, seseorang yang menunda pembayaran pajak karena alasan keuangan yang tidak mencukupi, atau pengemudi kendaraan bermotor yang sesekali melanggar rambu-rambu lalu lintas.
  • Penyimpangan sekunder (secondary deviation)
Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu orang lain. Misalnya orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk.

Berdasarkan pelakunya

Bentuk penyimpangan berdasarkan pelakunya, dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
  • Penyimpangan individual (individual deviation)
Penyimpangan individual adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya, seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu kejahatan. Penyimpangan individu berdasarkan kadar penyimpangannya dibagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
  1. Pembandel, yaitu penyimpangan karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
  2. Pembangkang, yaitu penyimpangan karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
  3. Pelanggar, yaitu penyimpangan karena melanggar norma-norma umum yang berlaku. Misalnya orang yang melanggar rambu-rambu lalu lintas pada saat di jalan raya.
  4. Perusuh atau penjahat, yaitu penyimpangan karena mengabaikan norma-norma umum sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya. Misalnya pencuri, penjambret, penodong, dan lain-lain.
  5. Munafik, yaitu penyimpangan karena tidak menepati janji, berkata bohong, berkhianat, dan berlagak membela.
  • Penyimpangan kelompok (group deviation)
Penyimpangan kelompok adalah tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompok yang bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya, sekelompok orang menyelundupkan narkotika atau obat-obatan terlarang lainnya.
  • Penyimpangan campuran (combined deviation)
Penyimpangan seperti itu dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki organisasi yang rapi, sehingga individu ataupun kelompok didalamnya taat dan tunduk kepada norma golongan dan mengabaikan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya, remaja yang putus sekolah dan pengangguran yang frustasi dari kehidupan masyarakat, dengan di bawah pimpinan seorang tokoh mereka mengelompok ke dalam organisasi rahasia yang menyimpang dari norma umum (geng).

Penggolongan Perilaku Menyimpang

  • Tindakan non-conform, yaitu tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku. Contohnya: mengenakan sandal jepit ke sekolah, meninggalkan jam-jam pelajaran, merokok di area larangan merokok, membuang sampah bukan pada tempatnya dan sebagainya.
  • Tindakan antisosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Bentuk tindakan itu antara lain: menarik diri dari pergaulan, tidak mau berteman, keinginan untuk bunuh diri, minum-minumman keras, menggunakan narkotika, homoseksual dan lain-lain.
  • Tindakan kriminal, yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Misalnya: pencurian, perampokan, perkosaan, pembunuhan, korupsi dan lain-lain.

Jenis-jenis Penyimpangan Sosial

Jenis-jenis penyimpangan sosial terdiri dari 4 jenis
  • Tawuran atau perkelahian antarpelajar
Perkelahian termasuk jenis kenakalan remaja akibat kompleksnya kehidupan kota yang disebabkan karena masalah sepele.
  • Penyalahgunaan narkotika, obat-obat terlarang dan minuman keras
Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan narkotika tanpa izin dengan tujuan hanya untuk memperoleh kenikmatan. Penyimpangan sosial yang timbul adalah pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, perampokan.
  • Hubungan seksual
Hubungan seks diluar nikah, pelacuran dan HIV/AIDS merupakan penyimpangan sosial karena menyimpang norma sosial maupun agama.
  • Tindak kriminalitas
Tindak kriminal adalah tindak kejahatan atau tindakan yang merugikan orang lain dan melanggar norma hukum, norma sosial dan norma agama. Misalnya: mencuri, menodong, menjambret, membunuh, dan lain-lain. Disebabkan karena masalah kesulitan ekonomi. Dan merupakan profesi atau pekerjaanya karena sulit mencari pekerjaan yang halal. Ada 5 jenis kejahatan:
  1. Kejahatan tanpa korban (crime without victim) adalah kejahatan yang tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak pidana orang lain. Contohnya berjudi, mabuk-mabukan, penyalahgunaan narkotika, dan sebagainya.
  2. Kejahatan terorganisir (organized crime) adalah pelaku kejahatan merupakan komplotan yang secara berkesinambungan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum. Contohnya komplotan korupsi, penyediaan jasa pelacur.
  3. Kejahatan kerah putih (white collar crime) adalah kejahatan yang mengacu pada kejahatan orang-orang terpandang atau berstatus tinggi. Contohnya korupsi, kolusi.
  4. Kejahatan kerah biru (blue collar crime) adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang golongan rendah. Contohnya mencuri jemuran, sandal di masjid dan sebagainya.
  5. Kejahatan korporat (corporate crime) adalah jenis kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Contohnya, suatu perusahaan membuang limbah beracun ke sungai yang mengakibatkan penduduk sekitar mengalami berbagai jenis penyakit.

Pencegahan Penyimpangan Sosial

Pencegahan penyimpangan sosial. Antara lain
  • Keluarga
Keluarga merupakan awal proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian seorang anak. Kepribadian seorang anak akan terbentuk dengan baik apabila ia lahir dan tumbuh berkembang dalam lingkungan keluarga yang baik begitu sebaliknya.
  • Lingkungan tempat tinggal dan teman sepermainan
Lingkungan tempat tinggal juga dapat mempengaruhi kepribadian seseorang untuk melakukan penyimpangan sosial. Seseorang yang tinggal dalam lingkungan tempat tinggal yang baik, warganya taat dalam melakukan ibadah agama dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik maka keadaan ini akan memengaruhi kepribadian seseorang menjadi baik sehingga terhindar dari penyimpangan sosial dan begitu juga sebaliknya.
  • Media massa
Media massa baik cetak maupun elektronik merupakan suatu wadah sosialisasi yang dapat mempengaruhi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Langkah pencegahan agar tidak terpengaruh akibat media massa adalah apbila kamu ingin menonton acara di televisi dengan memilih acara yang bernilai positif dan menghindari tayangan yang dapat membawa pengaruh tidak baik.

Arkeologi Konflik Sosial di Indonesia

E-mail Print PDF
( 13 Votes )
User Rating: / 13
PoorBest 

KEHIDUPAN bangsa Indonesia dewasa ini tengah menghadapi ancaman serius berkaitan dengan mengerasnya
konflik-konflik dalam masyarakat, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Konflik-konflik itu pada dasarnya
merupakan produk dari sistem kekuasaan Orde Baru yang militeristik, sentralistik, dominatif, dan hegemonik. Sistem
tersebut telah menumpas kemerdekaan masyarakat untuk mengaktualisasikan dirinya dalam wilayah sosial, ekonomi,
politik, maupun kultural.


Kemajemukan bangsa yang seharusnya dapat kondusif bagi pengembangan demokrasi ditenggelamkan oleh ideologi
harmoni sosial yang serba semu, yang tidak lain adalah ideologi keseragaman. Bagi negara kala itu, kemajemukan
dianggap sebagai potensi yang dapat mengganggu stabilitas politik. Karena itu negara perlu menyeragamkan setiap
elemen kemajemukan dalam masyarakat sesuai dengan karsanya, tanpa harus merasa telah mengingkari prinsip dasar
hidup bersama dalam kepelbagaian. Dengan segala kekuasaan yang ada padanya negara tidak segan-segan untuk
menggunakan cara-cara koersif agar masyarakat tunduk pada ideologi negara yang maunya serba seragam, serba
tunggal.

Perlakuan negara yang demikian itu kemudian diapresiasi dan diinternalisasi oleh masyarakat dalam kesadaran sosial
politiknya. Pada gilirannya kesadaran yang bias state itu mengarahkan sikap dan perilaku sosial masyarakat kepada
hal-hal yang bersifat diskriminatif, kekerasan, dan dehumanisasi.

Hal itu dapat kita saksikan dari kecenderungan xenophobia dalam masyarakat ketika berhadapan dengan elemen-elemen
pluralitas bangsa. Penerimaan mereka terhadap pluralitas kurang lebih sama dan sebangun dengan penerimaan negara
atas fakta sosiologis-kultural itu. Karena itu, subyektivitas masyarakat kian menonjol dan pada gilirannya menafikan
kelompok lain yang dalam alam pikirnya diyakini "berbeda". Dari sinilah konflik-konflik sosial politik memperoleh legitimasi
rasionalnya. Tentu saja untuk hal ini kita patut meletakkan negara sebagai faktor dominan yang telah membentuk pola
pikir dan kesadaran antidemokrasi di kalangan masyarakat.

Ketika negara mengalami defisit otoritas, kesadaran bias state masyarakat semakin menonjol dalam pelbagai pola
perilaku sosial dan politik. Munculnya reformasi telah menyediakan ruang yang lebih lebar bagi artikulasi pendapat dan
kepentingan masyarakat pada umumnya. Masalahnya, artikulasi pendapat dan kepentingan itu masih belum terlepas dari
kesadaran bias state yang mengimplikasikan dehumanisasi. Itulah mengapa kemudian muncul pelbagai bentuk tragedi
kemanusiaan yang amat memilukan seperti kita saksikan dewasa ini di Aceh, Ambon, Sambas, Papua, dan beberapa
daerah lain. Ironisnya lagi, ternyata ada the powerful invisible hand yang turut bermain dalam menciptakan tragedi
kemanusiaan itu.

JADI, reformasi yang tengah kita laksanakan sekarang ini harus mampu membongkar aspek struktural dan kultural yang
kedua-duanya saling mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kita tidak dapat semata-mata bertumpu kepada aspek
struktural atau sistem kekuasaan yang ada, melainkan harus pula melakukan dislearn atas wacana dan konstruksi
pemikiran masyarakat. Di sini kita sebenarnya berada dalam area dominasi dan hegemoni negara seperti yang
dibeberkan oleh Karl Marx dan Antonio Gramsci.

Repotnya, apa yang terjadi di Indonesia adalah reformasi, dan bukan revolusi sosial. Gerakan reformasi, karena sifatnya
yang moderat, cenderung berkompromi dengan anasir-anasir lama yang pro-status quo. Ini yang disebut Samuel P
Huntington sebagai konsekuensi reformasi. Sementara revolusi, karena sifatnya yang radikal, bersikap tegas dalam
menghadapi rezim kekuasaan yang lama dan anasir-anasir pro-status quo. Revolusi Bolshevik 1917 di bekas negara Uni
Soviet merupakan contoh dari ketegasan sikap para pemimpin gerakan revolusi terhadap anasir kekuatan lama.

Dalam era pandang revolusioner, struktur kekuasaan harus dibalik sedemikian rupa sehingga diujudkan struktur
kekuasaan yang benar-benar baru. Itulah mengapa kita rasakan perjalanan reformasi bangsa ini terasa menggemaskan
karena lambatnya. Seringkali kita memang tidak begitu sabar untuk menjadi seorang demokrat, namun untuk menjadi
seorang revolusioner sejati kita pun acap tidak punya nyali.

Kenyataan bahwa yang terjadi sekarang ini adalah reformasi menuntut segenap elemen dalam masyarakat untuk
mereposisi gerakannya agar lebih kondusif bagi akselerasi reformasi. Artinya, kita tidak dapat lagi menggunakan wacana
dan metode gerakan sebagaimana dilakukan pada masa kekuasaan Orde Baru. Gerakan sosial apa pun dalam
masyarakat harus mulai menyediakan alternatif-alternatif yang lebih konkret kepada para pengambil keputusan.

Mengapa demikian? Karena kekuasaan negara hari ini, meskipun struktur dan sistemnya masih Orde Baru, tetapi di
dalamnya mulai berlangsung dinamika yang lebih baik ke arah demokratisasi. Namun demikian ada dua soal yang harus
secara terus-menerus dipertegas. Pertama, political will dan konsistensi pemerintah baru untuk melaksanakan agenda
reformasi. Kedua, kesediaan masyarakat untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam mempercepat jalannya agenda
reformasi.

Dalam konteks pengembangan kehidupan bangsa yang humanis, plural dan demokratis, baik pemerintah maupun
masyarakat bertanggung jawab untuk membongkar struktur dan kultur dalam masyarakat yang masih diskriminatif. Kita
tidak boleh lagi menyerahkan segala urusan kepada pemerintah sebagaimana yang sudah-sudah. Karena dengan begitu
kita sebagai warga negara akan semakin kehilangan peran strategis, sementara pemerintah akan semakin dominan.
Inilah momentum yang tepat bagi segenap warga negara Indonesia untuk berpartisipasi semaksimal mungkin dalam
mengarahkan dan mengendalikan proses transisi bangsa dan negara ini menuju demokrasi yang sejati, atau minimal
demokrasi yang stabil (stable democracy).